TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Alur kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Batu, Malang Eddy Rumpoko, menemui babak akhir.

Mantan orang nomor satu di Batu itu dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun serta denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (27/4/2018).

 

“Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi, dan menjatuhkan hukuman penjara selama 3 tahun,” beber H. R. Unggul saat membacakan amar putusan di Ruang Candra.

Tidak hanya itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun.

ER terbukti menyalahi Pasal 12a atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Namun, dakwaan Pasal primer 12a tidak terbukti dalam fakta persidangan, maka Eddy Rumpoko hanya dijerat Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999.

Artinya, bukti atas uang suap yang diberikan Fillipus Djap sebesar Rp 200 juta tidak terbukti, hanya mobil merk Toyota Alphard senilai Rp 1,6 M yang terbukti.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa dari KPK yang menuntut dirinya dengan hukuman pidana selama 8 tahun.

Menanggapi vonis tersebut, Eddy Rumpoko mengaku pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan.

“Silahkan ke kuasa hukum saya saja, semua sudah berjalan,” ungkapnya lalu bergegas ke ruang tahanan.

 

Secara terpisah, Agus Dwi Warsono selaku kuasa hukum ER menyebutkan, masih akan menelaah kembali atas vonis yang dijatuhkan.

“Pada prinsipnya, kami selaku kuasa hukum sudah membicarakan hal ini dengan Pak Eddy pada saat setelah dibacakannya putusan. Salinan putusan secara keseluruhan akan kami telaah,” ujarnya saat dikonfirmasi TribunJatim.com.

Dari vonis yang dibacakan, lanjut Agus, pihaknya tidak sependapat dengan pertimbangan hukum majelis, terkait dengan menyatakan terbukti dakwaan subsidernya.

“Majelis sependapat dengan kami, kalau dakwaan primer yang ditujukan oleh JPU KPK, sudah kami tolak saat pledoi,” lanjutnya.

Agus menambahkan, vonis ini tidak seluruhnya dipertimbangkan sebagai fakta persidangan dan fakta hukum.

“Bisa saja tidak terbukti subsidernya,” tambahnya.

Maka dari itu, pihaknya masih pikir-pikir, apakah akan mengajukan banding dalam putusan tersebut.